Senin, 11 Februari 2013

Target 5 Juta Wisatawan Tidak Realistis


UNGARAN, KOMPAS.com - Target kunjungan wisatawan ke Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, pada tahun 2013 sebanyak 5 juta orang dinilai tidak realistis.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Pemuda Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata (Disporabudpar) Kabupaten Semarang, Heru Purwantoro mengungkapkan target yang ditetapkan Pemerintah Provinsi Jateng melalui program Visit Jateng Year 2013 dinilai terlalu besar.
"Destinasi wisata andalan kita ada empat yakni Candi Gedongsongo, Pemandian Muncul, Bukit Cinta dan Museum Palagan Ambarawa. Dari total target pengunjung wisatawan di Jateng sebanyak 25 juta orang, kami mendapatkan target wisatawan sebanyak 5 juta orang. Terlalu besar angkanya. Kalau tiga juta saya kira masih realistis," katanya, di Semarang, Senin (11/2/2013).
Mengacu pada jumlah wisatawan tahun 2012 yang tercatat 1.215.490 pengunjung dengan rincian 1.211.893 wisatawan domestik dan 3.597 wisatawan mancanegara, lanjut Heru, pihaknya pesimistis bisa mengejar target 5 juta pengunjung.
"Kalau misalnya kami ditargetkan sebanyak 3 juta pengunjung pada Visit Jateng Year 2013 ini, kami masih sanggup," tegas Heru.


Sumber: kompas.com


Kinerja Jeblok, Kontrak Investor Terancam Diputus


SEMARANG, suaramerdeka.com - Kinerja PT Giri Indah Sejahtera dalam melaksanakan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) di Gunung Ungaran Kabupaten Semarang dinilai jeblok. Kontraknya terancam diputus akhir Februari ini
Gubernur Jateng Bibit Waluyo mengatakan, perusahaan tersebut tidak bisa memenuhi target pekerjaan. PT Giri juga tidak mampu membayar bank garansi untuk menjamin terselesaikannya proyek. Oleh karena itu, menurutnya tidak ada alasan lagi untuk memutus kontrak PT Giri dan melaksanakan lelang kembali.
"Tahapan dan langkah sudah kelewat batas dan prosedur. Saya takut kalau dilanjutkan lagi akan mandek di tengah jalan, karena perjalanan masih panjang dan butuh biaya yang besar, kan kasihan rakyat yang menunggu nantinya," kata Bibit usai menerima perwakilan PT Giri Indah Sejahtera di ruang kerjanya, Senin (11/2).
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jateng menjelaskan, PT Giri mengalami kesulitan pendanaan sehingga tahapan proyek terbengkalai. "Ada masalah finansial dan mereka minta partner lagi. Tapi kami tidak mau tahu, mereka harus mematuhi target waktu," katanya.
Seperti diketahui Pemprov Jateng akan mengoptimalkan potensi energi terbarukan untuk sumber listrik dengan membangun proyek PLTPB. Selain di Gunung Ungaran, proyek juga direncanakan di Guci Tegal dan Baturraden Banyumas. Tiga PLTPB itu akan memasok listrik se Jawa-Bali. PLTPB Ungaran menghasilkan listrik sebesar 2 x 55 Mega Watt, PLTPB Guci 55 MW dan PLTPB Baturraden 2 x 110 MW.
Proyek PLTPB Ungaran yang menelan dana antara Rp 3 triliun–Rp 5 triliun ini dilakukan pihak swasta yakni PT Golden Spike Energy Indonesia melalui anak perusahaannya PT Giri Indah Sejahtera. Sesuai kontrak, perusahaan tersebut sudah melakukan pengeboran enam sumur di wilayah Gunung Ungaran pada Juni 2013. Tapi hingga kurang dari empat bulan, mereka baru sampai tahap pengkajian area. Estimasi waktu tersisa dinilai tidak cukup untuk mencapai target. Di sisi lain, seluruh dokumen perijinan, termasuk dari Kementerian Kehutanan telah tuntas.
Maka permohonan penambahan rekan kerja menurut Teguh sulit dipenuhi. Apalagi PT Giri tidak mampu memenuhi tenggat pembayaran bank garansi senilai US$10 juta. "Harusnya sudah dibayar pada November 2012 ke Bank Jateng, tapi tidak bisa dan sudah diberi dispensasi dua kali," jelasnya.
Berdasarkan rapat, gubernur masih memberi toleransi pembayaran hingga Februari. Jika tidak dibayar, maka kontrak akan diputus. Menurut Teguh, Pemprov tidak akan kesulitan mencari investor baru karena proyek tersebut memiliki banyak peminat dari dalam maupun luar negeri.


Sumber: suaramerdeka.com


Kamis, 31 Januari 2013

BPK telusuri penyelewengan dana bansos di Jawa Tengah

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kembali melakukan audit investigasi terkait dugaan penyelewengan dana bansos 2011. Belum tuntas kasus dugaan kasus penyelewengan Bansos 2011, ICW menemukan juga data penyelewengan dana bansos tahun 2012.

Dari hasil terakhir penelusuran Kejati Jateng pada proses pencairan bansos 2011 terdapat kerugian sebesar Rp 26,89 miliar. Sedangkan untuk dugaan penyelewengan dana bansos tahun 2012 lebih besar lagi mencapai Rp 65 miliar.

Dugaan kuat, penyelewengan dana bansos atau hibah di tahun 2012 ini terkait dalam pertarungan Pilgub Jateng 2013. Sampai saat ini, proses penyelidikan dugaan kasus penyelewengan dana bansos puluhan milar itu tidak jelas rimbanya.

"Saya akan pertanyakan soal kasus ini ke kepala wilayah BPK, Pak Bambang untuk meninjau kembali kasus ini," ujar Anggota BPK Sapto Amal usai menghadiri seminar 'Peran BPK Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah Menuju Pengelolaan Keuangan Daerah Yang Transparan dan Akuntable' di Gedung Paska Sarjana Jl Imam Barjo, Semarang, Jateng, Rabu (30/1).

Hadir dalam acara seminar, Sekjen BPK RI Setiawan, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ganjar Pranowo, Sekda Propinsi Jateng Hadi Prabowo dan Kepala Wilayah BPK se-Jawa.

Sapto menyatakan, sesuai kewenangan BPK melakukan audit investigasi dalam UU No 15 2004 pemeriksaan terhadap kasus tertentu, maka BPK berhak masuk ke kasus dan proses hukum di dalamnya.

"Contoh Hambalang dan Century. Ancaman di dalam aturan perundangan diketahui ada unsur kerugian negara. Dalam satu bulan wajib dilaporkan penegak hukum ke BPK. Ada mekanismenya, apakah benar ada unsur kerugian dan saat sidang selesai hasil audit investigasi akan distribusikan kembali," katanya.

Dari hasil penelusuran merdeka.com, berdasarkan data Indonesian Corruption Watch (ICW), dugaan penyelewengan dana tidak hanya terjadi pada bansos tahun 2011 saja, di APBD 2012, indikasi dan dugaan kuat juga terjadi penyelewengan.

Padahal alokasi dana hibah APBD Jateng 2012 terbesar di Indonesia, nilainya mencapai Rp 3,245 triliun. Saat ini, ICW sedang melakukan investigasi untuk dilaporkan ke KPK. APBD 2012 DKI Jakarta saja hanya menganggarkan Rp 1,367 triliun untuk dana hibah. Jawa Timur Rp 1,03 triliun dan Jawa Barat Rp 170 miliar, dana hibah dan bantuan sosial (bansos) ditengarai lebih banyak dimanfaatkan untuk dana taktis jelang Pilkada.

Salah satu manipulasi dan korupsi dana hibah adalah dengan membuat lembaga dengan alamat palsu, atau satu alamat untuk dua lembaga. Juga dengan menghibahkan dana besar untuk satu organisasi kemudian dipotong atau dibagi-bagi untuk beberapa pihak yg berkaitan dengan Pilgub. 

Seharusnya sejak setahun sebelum pemilu, dana hibah dan bansos ditiadakan sesuai dengan Permendagri No 32 Tahun 2011 maupun Peraturan Gubernur No 47 A Tahun 2011. Kekurangan itu mengakibatkan penentuan nilai menjadi subjektif dan mengandalkan kedekatan penerima dengan pengelola anggaran atau birokrat. 

Anehnya, atas dana hibah pemprov Jateng adalah ada organisasi pemuda dapat Rp 11 miliar, tetapi Masjid Agung Jateng hanya dapat Rp 1 miliar

Indikasi penyelewengan dana hibah dan bantuan sosial APBD Jawa Tengah setahun menjelang pilkada. Hibah dari APBD Provinsi Jateng 2012 untuk lembaga pendidikan justru dimanfaatkan oleh oknum pegawai di Dinas Pendidikan. 

Dugaan pungli yang dilakukan oleh oknum terjadi karena penyaluran penerima hibah difasilitasi oleh dinas pendidikan di kabupaten atau kota, 5-10% dari bantuan yang diberikan bahkan bisa lebih karena setiap penerima hibah jumlahnya tidak sama.

Jawa Tengah menduduki peringkat pertama korupsi dana bansos diikuti DKI Jakarta yang menduduki peringkat kedua dan Banten di peringkat ketiga. Melambungnya dana hibah provinsi Jawa Tengah hingga Rp 3 triliun lebih berkaitan dengan rencana Pilgub Jateng yang akan digelar 26 Mei 2013 mendatang. Menurut ICW, Tahun 2012 ini Jawa Tengah terdapat potensi dugaan korupsi lebih besar lagi dari tahun sebelumnya.

Kisaran nilai dugaan penyelewenganya mencapai Rp 65 milyar rupiah. Tahun 2012 Pemerintah Propinsi Jawa Tengah mengalokasikan anggaran senilai Rp 3,245 triliun rupiah untuk hibah dan 107 miliar untuk Bansos. Dana itu disalurkan kepada 6 juta organisasi dan forum dengan jumlah dana yang diterima bervariasi.

Mulai dari Rp 5 juta hingga Rp 45 miliar rupiah, diketahui adanya organisasi masyarakat yang tidak jelas menerima dana tersebut sebagian besar beralamat fiktif. Beberapa penerima bantuan memiliki alamat yang sama dan ditemukannya aliran dana Bansos dan hibah untuk politisi.


Sumber : http://www.merdeka.com