Jumat, 11 Mei 2012

Menyinergikan Visit Jateng


JAWA TENGAH - TAHUN depan bisa menjadi tahun mengesankan bila realisasi program Visit Jateng Year 2013 sukses. Bolehlah kita bermimpi sebagai cita-cita, tahun depan ada jutaan wisatawan nusantara dan mancanegara berkunjung ke Jawa Tengah. Mereka akan membelanjakan uangnya di provinsi ini sehingga perekonomian masyarakat pun terdongkrak.
Bukan perkara mudah mendatangkan wisatawan ke Jateng tanpa kerja keras dan strategi jitu. Borobudur yang sudah dikenal puluhan tahun oleh wisatawan mancanegara tidak mampu mengangkat kota-kota di Jawa Tengah menjadi kota pariwisata.
Strategi jitu langsung pada sasaran harus diterapkan. Konsumen kelas atas, menengah, dan bawah biasanya memiliki selera berbeda. Menurut Mangkunegara (1988) masyarakat kelas atas cenderung berminat pada produk yang paten atau memiliki nilai kebutuhan estetika yang tinggi, dikenal, dan konservatif.
Objek wisata yang mereka minati juga memiliki kriteria serupa, contohnya Borobudur, Prambanan, keraton, dan kebutuhan penginapan eksklusif. Objek wisata itu, selain memiliki beberapa nilai yang tinggi (histori dan penampilan visual) juga tentu kebersihan, kemudahan, dan kenyamanan ketika mereka menikmati objek itu.
Masyarakat kelas menengah berminat pada produk yang menunjukkan kekayaannya, bersifat eksploratif dalam menikmati barang/ jasa. Maka dalam berwisata pun mereka cenderung eksploratif, ingin mengetahui berbagai tempat wisata, sekali pun tempat itu belum begitu dikenal.  
Kemungkinan besar, daerah Semarang dan sekitarnya yang belum dikenal akan diminati oleh masyarakat kelas menengah. Tetapi dengan strategi maksimal mengemas produk menyerupai ciri-ciri yang diminati masyarakat kelas atas, bisa saja objek ini diminati.
Upaya memaksimalkan strategi perlu didukung para stakeholder. Pemerintah banyak berperan pada kebijakan dan regulasi yang kondusif bagi pelaku wisata, misalnya fungsi koordinasi dan pengawasan di seputar lingkungan objek wisata, seperti program memperindah kota dengan pengecatan, kebersihan, dan menonjolkan identitas kota secara heboh di beberapa ruas jalan. Contohnya di sudut kota Solo ada topeng raksasa yang menonjolkan identitas kota.
Kota Multikultural
Barangkali Semarang memiliki identitas bandeng raksasa, atau sepasang pengantin kaji yang merupakan budaya asli Semarang. Bila perlu untuk menyambut Visit Jateng 2013, pemerintah menganjurkan masyarakat mengenakan batik tiap hari pada puncak kegiatan itu. Elemen masyarakat harus bersikap kondusif dengan wisatawan, semisal bersikap ramah, tidak ngerjain wisatawan dengan tarif yang mencekik.
Agen pariwisata perlu kerjasama membuat program kunjungan yang dikemas menarik menurut versi wisatawan. Pemerintah perlu mengontrol rute dan daya tarik wisata dari tiap-tiap perjalanan wisata. Misalnya selama menjelang hingga akhir puncak Visit Jateng Year 2013, menyelenggarakan festival kesenian yang menyuguhkan kesenian dan tarian yang telah teruji daya tariknya sebagai kota multikultural di lokasi tertentu, seperti Kota Lama, Warung Semawis, dan Balai Kota, secara gratis yang pelaku seninya bisa berasal dari masyarakat, pelajar, dan mahasiswa.
Sebagai kota multikultural, Semarang mempunyai penduduk multietnik, baik penduduk menetap maupun sementara. Masyarakat etnik ini antara lain dapat dijumpai pada mahasiswa perguruan tinggi di Semarang dan sekitarnya. Tanggal 20 Maret 2010 Peer Educator Unika Soegijapranata pernah menghadirkan mahasiswa se-Semarang dan sekitarnya dari 14 suku plus etnis China untuk menampikan hasil kesenian dan kebudayaannya.
Menarik bila pada Visit Jateng Year 2013, kota Semarang mengerahkan segenap potensinya, dari elemen pemerintah, swasta, masyarakat, pers, hingga pendidikan. Beberapa perguruan tinggi dapat mendampingi para stakeholder, khususnya agen perjalanan dan wisata, atau bahkan mahasiswa sebagai pemandu wisata. (10)

— Drs Paulus Hariyono MT, dosen humaniora Fakultas Arsitektur dan Desain Unika Soegijapranata Semarang



0 komentar: