SEMARANG (Suara Karya): Memasuki kemarau tahun ini, beberapa embung di Kabupaten Semarang tidak bisa berfungsi maksimal, setelah debit airnya menyusut drastis. Kondisi itu membuat sektor pertanian di wilayah itu menjadi kritis.
Menurut Kasi Penanggulangan Organisme Pengganggu Tanaman dan Pengolahan Lahan dan Air, Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan (Distanbunhut) Kabupaten Semarang, Ady Jatmiko, keberadaan embung yang gagal berfungsi maksimal disebabkan makin menipisnya curah hujan."Hampir semua embung yang berfungsi sebagai tempat penampungan air di Kabupaten Semarang sangat bergantung pada curah hujan," katanya kepada wartawan di Ungaran kemarin.Sejumlah embung bahkan juga ada yang hanya mengandalkan sumber air tanah. Maka setiap musim kemarau, debit airnya langsung menyusut dan tidak bisa dialirkan ke area persawahan dan pertanian lainnya.Untuk mengatasi krisis air, menurutnya, para petani di Kabupaten Semarang diharapkan mengubah pola tanam dari padi ke tanaman palawija. Sebab, tanaman palawija relatif tidak membutuhkan air dalam jumlah banyak. "Perubahan pola tanam ini sekaligus untuk memutus siklus tanam dan populasi hama," katanya.Ady menambahkan, sampai sekarang di Kabupaten Semarang terdapat sedikitnya 30 embung yang tersebar hampir di seluruh kecamatan. Namun, embung-embung tersebut kebanyakan berukuran kecil, sekitar 12 X 15 meter persegi. Embung-embung itu umumnya dibangun dengan dana alokasi khusus (DAK) dan anggaran prasarana sarana pertanian (PSP).Berdasarkan cakupan wilayah rawan kekeringan di Kabupaten Semarang, Distanbunhut menilai jumlah embung saat ini masih sangat kurang. Pemkab berharap dapat menambah embung di beberapa titik langganan kekeringan, seperti Desa Kawengen, Kecamatan Ungaran Timur. Namun, upaya pembuatan embung selalu terkendala masalah penyediaan lahan yang tidak ada ganti ruginya.Kesuliltan air di musim kemarau 2012 juga mulai dirasakan warga di RT 07 RW 02, Kampung Pundensari, Semarang. Sejak sepekan terakhir mereka mengaku kekurangan air karena pasokan yang selama ini berasal dari Kawasan Industri Wijayakusuma tidak lagi lancar sehingga warga terpaksa harus membeli air. (Pudyo Saptono)
0 komentar:
Posting Komentar