Sabtu, 10 Juli 2010

Kajati Kecam Hakim PN Ungaran

Semarang, Kawengen Blog. Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jateng Salman Maryadi mengecam majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Ungaran. Hal itu terkait penolakan hakim atas pengajuan saksi pelapor yang diajukan jaksa penuntut umum (JPU) Kejati Jateng dalam persidangan perkara pernikahan di bawah umur Pujiono Cahyo WIdianto alias Syeh Puji.
Kajati dalam siaran persnya, Kamis (1/7), di Kantor Kejaksaan Tinggi, Jl Pahlawan Semarang, mengungkapkan, penggunaan pasal 160 ayat 1b Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) majelis hakim perkara Syeh Puji yang diketuai Hari Mulyanto SH, untuk menghadirkan saksi korban Lutviana Ulfa sebagai saksi yang harus dihadirkan kali pertama, tidaklah tepat.
Menurutnya, ketentuan sebagaimana Pasal 160 ayat 1b KUHAP merupakan ketentuan bagi yang korbannya perseorangan. Sementara, dalam kasus Pujiono dengan Ulfa, dikenakan dengan UU Perlindungan Anak. Dengan kepentingan anak telah diatur dalam ketentuan tersendiri, maka kepentingan anakk sudah diambil alih negara.
Dalam Undang-undang tersebut, sambung Salman, perlindungan khusus anak dalam kasus tindak pidana, merupakan kewajiban masyarakat, dan tanggung jawab pemerintah. Karena itu keberadaan Legiyanto selaku ketua LSM yang melaporkan kasus tersebut, merupakan mewakili masyarakat.
"Sehingga secara hukum sudah seharusnya dia (Legiyanto) lebih dulu diperiksa sebagai saksi, bukan person Lutviana Ulfa yang didahulukan dengan mendasarkan pada Pasal 160 ayat 1b KUHAP tersebut. Dengan demikian apa yang dilakukan jaksa penuntut umum mengajukan Saudara Legiyanto sebagai saksi pertama, adalah sudah benar," tandasnya.
Salman meneruskan, hakim seharusnya menggunakan Undang-undang Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam Pasal 1 ayat 12 UU PA, menurut Salman, jelas menyebutkan hak anak-anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin dan dilindungi oleh keluarga, masyarakat dan negara.
Lebih lanjut, dalam Pasal 13 dinyatakan bahwa yang dimaksud sebagai masyarakat tersebut bisa perseorangan, keluarga, kelompok dan organisasi sosial atau organisasi kemasyarakatan. Penggunaan pasal 160 ayat 1b KUHAP, menurut Salman bisa merepotkan dan sudah mengarah sebagai upaya pelepasan terdakwa dari jeratan hukum.


0 komentar: